Teritori atau wilayah adalah salah satu hal fundamental bagi sebuah negara: kedaulatan teritori menunjukkan kedaulatan negara. Permasalahan yang terkait dengan teritori menjadi isu sensitif yang berpotensi memicu konfllik antara satu negara dengan negara lain, bahkan dapat berlangsung dalam waktu yang lama. Itu sebabnya, sebuah negara akan berupaya mempertahankan ataupun merebut teritori yang dimilikinya dari negara lain.
Hal itulah yang ikut melatarbelakangi ratusan ribu rakyat Maroko melakukan demonstrasi besar-besaran demi memaksa Spanyol mengakhiri sengketa terkait wilayah provinsi Sahara yang disengketakan pada 6 November 1975. Pada peristiwa yang lebih dikenal dengan istilah Green March tersebut, demonstran berjalan melintasi garis batas yang digunakan Prancis dan Spanyol sejak tahun 1920 untuk memisahkan wilayah utara dan selatan Kerajaan Maroko yang mereka duduki.
Aksi yang dipelopori Raja Hassan II itu berlangsung secara damai.
"Mereka (demonstran) memegang Al Quran di tangan kanan dan bendera Maroko di tangan kiri," kata Dutabesar Kerajaan Maroko untuk Republik Indonesia, Mohamad Majdi, menggambarkan peristiwa Greem March dalam pertemuan di kediamannya di Kebayoran Baru, Jakarta (Senin malam, 4/11).
Akibat demonstrasi serta tekanan dari dalam maupun luar negeri, Spanyol sepakat untuk memberikan kemerdekaan Sahara Barat melalui Perjanjian Madrid 1975 yang ditandatangani bersama Maroko dan Mauritania.
Pada perkembangan selanjutnya, kelompok separatis Polisario yang didukung Aljazair mengklaim wilayah Sahara yang dimiliki Maroko sebagai sebuah negeri yang bedaulat yang tidak memiliki kaitan baik historis maupun politik dengan Kerajaan Maroko. Sejak 2007 lalu PBB kembali memfasilitasi pembicaraan untuk mencapai penyelesaian damai dalam sengketa ini.
Demi mengakhiri kebuntuan itu, Kerajaan Maroko menawarkan proposal otonomi khusus untuk Sahara Barat dalam kerangka kedaulatan dan persatuan nasional Kerajaan Maroko. Usul Maroko itu yang kini tengah dibahas di Komisi IV PBB.
"Melalui inisiatif tersebut, Kerajaan Maroko menjamin masyarakat Sahara memiliki posisi istimewa dan menjalankan peran penting dalam institusi wilayah, tanpa diskriminasi atau pengecualian," lanjut Dutabesar Majdi.
Keistimewaan otonomi itu, sebutnya, memberikan kesempatan kepada penduduk Sahara menjalankan fungsi eksekutif, legislatif dan yudikatif, termasuk mengelola pembangunan wilayah. Sementara Kerajaan Maroko akan menjamin dan menjaga kewenangan di Sahara Barat dalam kaitannya dengan pertahanan negara, kerjasama eksternal dan hak konstitusional dan beragama.
Konsep otonomi Sahara Barat tersebut merupakan salah satu upaya Kerajaan Maroko untuk penyelesaian damai datau win-win solution bagi sengketa Sahara Barat yang masih berada dalam pembahasan.
"Bagi Maroko, tidak ada jalan lain selain dialog, keterbukaan dan kompromi," tegas Dutabesar Majdi.